Jumat, 08 November 2013

Mengupdate Masa Lalu Di Senumpas


Sahabat, tahukah kamu tentang Pulau Senumpas? Sebuah tempat di sudut utara  Kabupaten Kutai Timur (Kutim).  Senumpas adalah nama sebuah pulau yang pernah mengukir sejarah masa lalu, dari Kerajaan Kutai Kartanegara pada tahun 1930-an lalu.

Sejarah historis penyebaran dan pembinaan keagamaan oleh kerajaan melalui Ketua Mahkamah Kutai, yaitu Pangeran Noto Igomo yang merupakan seorang ulama keturunan para habib.

Senumpas terletak di Desa Maloy Kecamatan Sangkulirang Kutai Timur, saat ini nama Maloy sangat terkenal di kalangan media massa daerah dan nasional, setelah Gubernur Kalimantan Timur Dr Haji Awang  Farouk Ishak, mencanangkan Maloy sebagai Pelabuhan Internasional yang melayani pelayaran dan sebagai pelabuhan peti Kemas Internasional.

Berbicara tentang Maloy yang digambarkan di media massa ternyata jauh berbeda dengan Maloy yang saya kunjungi. Apabila Maloy di berbagai media lokal yang di sewa halamannya oleh pemerintah provinsi dan kabupaten, daerah ini bagaikan telah menjadi daerah metropolitan dengan pelabuhan internasional dan infrastrukturnya yang sangat maju.

Namun pengalaman pada perjalanan tanggal 6 Nopember 2013 lalu, sungguh membuat gundah  “bodi” yang hatinya lagi galau ini. Sepanjang perjalanan dari Sangatta ibu kota Kabupaten Kutai Timur, saya merasakan jalan yang selalu jelek. Tidak lagi berlubang tapi sangat rusak dan belum diperbaiki sejak perjalanan pertama saya beberapa bulan lalu ke daerah itu.

Bahkan perjalanan dari Sangatta ke Kecamatan Bengalon yang merupakan kecamatan yang cukup ramai, jalan tidak kunjung juga mulus. Walaupun ada yang beraspal atau di semenisasi, itu tidak berapa meter kembali rusak. Sopir yang mengantar kami tanpa maksud berkelakar mengatakan bahwa jalan yang dilalui telah baik bagi para sopir, yang penting ada agregadnya bukan jalan tanah liat.

Tapi meskipun perjalanan hingga Sangkulirang dan memutar ke Maloy, yang memakan waktu hingga 4 jam 30 menit itu terasa sangat bergoyang dan meloncat, dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. Namun panorama sepanjang perjalanan, sangat indah sehingga perasaan galau dan bodi yang kacau balau, masih kalah dengan keindahan yang ada.

Tampak sepanjang perjalanan di Maloy Gunung Sekerat berjejer bagai benteng, daerah yang menjadi tempat latihan perang  gabungan tetap dan rutin dari TNI. Berbicara kembali tentang Maloy, adalah sebuah daerah sepi, dan lebih sepi lagi pada tahun 1960-an.

Warga Maloy saat ini adalah para keturun Pangeran Noto Igomo dan pengikutnya, yang pada tahun 1930-an akhir datang ke Pulau Senumpas yang berhadapan dengan Maloy dari sisi Timur.  Senumpas adalah daerah pembinaan agama Islam dan tempat bercocok tanam serta berkebun warga, mulai dari padi dan ubi-ubian hingga kelapa.

Ketika Jepang datang pada tahun 1943 Maloy bahkan pernah akan di Bom namun tidak jadi karena para pilot Jepang ketika itu tidak menemukan koordinat Senumpas sehinga kembali ke pangkalannya di Sepinggan dan Tarakan.

Setelah Pangeran Noto Igomo kembali ke Tenggarong, pada tahun – tahun berikutnya lambat namun pasti Senumpas mulai meredup. Bahkan para habib yang menjadi keturunan langsung dari Pangeran Noto Igomo, yang meneruskan ajaran orang tuanya di kawasan itu juga satu persatu berpulang kepada pencipta, karena factor usia.

Sehingga pada tahun 1977  ketika  zaman banjirkap yaitu zaman booming penebangan kayu di Kalimantan Timur, dan di Maloy berdiri berbagai perusahaan, warganya kemudian berpindah secara drastis dari Senumpas ke Maloy. Dan akhirnya Senumpas menjadi pulau tidak berpenghuni sama sekali, dari jumlah warganya yang ribuan ketika itu menjadi kosong sama sekali.

Kini ketika saya melakukan perjalanan ke Senumpas, terlihat pohon – pohon kelapa yang tinggi menjulang sebagai bagian memori masa lalu Senumpas yang indah. Masih tersisa pantai dan mangrovenya yang indah, bersama pusara dari para penghuni Senumpas di masa lalu.


Hanya pusara dan kesunyian yang tersisa dari Senumpas, bahwa kematian adalah tanda kesetian dari warganya untuk tetap menghuni Pulau indah ini. Ketika yang hidup berjalan di muka bumi ke berbagai arah, untuk mencari rejeki yang ditebarkan Tuhannya setiap fajar, maka yang berpulang perlahan menyatu dengan setiap butiran tanah di Senumpas.

Tidak ada komentar: