Minggu, 28 Juni 2009

Taman Makam Pahlawan Sangasanga


Di Kelurahan Jawa Kecamatan Sangasanga, berdiri tegak pilar berlapis marner putih yang di sisi depannya mengembang dengan gagah lambang negara Indonesia, Pancasila. Disitulah letak Taman Makam Pahlawan (TMP) Wadah Batuah. Keberadaannya cukup megah mengambarkan suasana heroik, kisah perjuangan para pemuda setempat di tahun 1947 silam.

Pada areal yang memiliki luas sekitar lima hektar lebih itu, terbaring 72 jasad pahlawan pejuang kemerdekaan Indonesia. Dari urutan tanggal yang ada pada nama-nama pejuang yang tewas, terlihat jelas adanya pertempuran dahsyat selama empat hari yaitu tanggal 27 hingga 30 Januari 1947.

Tidak terbayangkan bagaimana keberanian para pejuang itu, ketika menghadapi tentara modern Belanda dengan persenjataan lengkap. Padahal mereka bukan tentara, dan banyak yang baru tahu cara menembak ketika mendapatkan senjata hasil rebutan, atau hanya berbekal jimat saja.

TMP Wadah Batuah ini terletak di Kelurahan Jawa kecamatan Sangasanga. Kompleksnya cukup luas dan asri, ada pilar tinggi dengan lambang garuda di atasnya. Ada pula dinding marmer yang tertulis nama-nama para pahlawan yang telah bertempur sengit pada tanggal 27 Januari 1947 silam.

Bagi saya yang membuat TMP ini menarik dari TMP-TMP lainnya di Kutai Kartanegara adalah, di Batuah ini pahlawan yang dimakamkan adalah mereka yang benar-benar bertempur melawan belanda. Terlihat betapa sengitnya pertempuran itu dari tanggal-tangga gugurnya para pejuang tersebut. Lihat daftar berikut :
Tanggal 27 Januari : 6 orang
tanggal 28 januari : 3 orang
Tanggal 29 Januari : 60 orang
Tanggal 30 Januari : 3 orang
Tanggal 04 Februari: 1 Orang

Dari daftar tersebut dapat kita lihat betapa dahsyatnya pertempuran pada akhir Januari, di mana pada tanggal 29 Januari itu gugur sebanyak 60 orang pejuang. Melihat situasi itu saya memperkirakan tidak imbangnya persenjataan dan kemampuan bertempur adalah penyebab banyaknya jatuh korban dari pihak Indonesia.

Dan ingatlah perjuangan mereka ketika bertempur melawan penjajah, tiada kenal pam rih. Suku, ras, dan agama mereka mati tanpa meminta. Maka wajarkah kini kita sebagai generasi muda kerjanya hanya malas-malasan saja?

Tenggelam dalam arus modernisasi kebablasan ala barat, mabuk, makan narkoba atau sekedar foya-foya dari datu kafe ke kafe lainnya. Main perempuan, pacaran sampai hamil, atau korupsi manipulasi KKN, dan menggusur yang lemah?

Mungkin kita harus ingat, negara ini bukan diberikan Belanda, Jepang maupun Amerika. Negara ini direbut oleh para paman dan kakek kita dahulu, ketika usia mereka mungkin jauh lebih muda dari kebanyakan kita sekarang ini. Lantas wajarkah kita yang mewarisinya lalu tidak mempedulikannya..?

Jumat, 26 Juni 2009

Kisah Magis Di Balik Penemuan Guci Sanga Sanga

Kisah magis dan berbau supranatural mengiringi penemuan Guci (Tajau) Kuno di Sanga Sanga. Seperti diakui Kepala Polisi Sektor (Kapolsek) Sangasanga, AKP Dody Susantyoko ia sempat mengalami kejadian aneh ketika Guci kuno yang berjumlah 6 buah tersebut diamankan di Kantornya beberapa waktu lalu.

Ketika itu setelah mendapatkan laporan warga tentang adanya temuan purbakala di dekat Jembatan 27 Januari Sangasanga Dalam, ia beserta jajaran anggota Polsek segera bergerak mengamankan TKP. Agar guci yang berisikan tulang-tulang dan tengkorak manusia tersebut aman dari tangan tidak bertanggung jawab, akhirnya ia memerintahkan Guci untuk di bawa ke Polsek.

Bahkan katanya dalam sakit tersebut, ia justru mendapatkan semacam trans atau dirasuki beberapa saat. Dengan kejadian tersebut akhirnya merepotkan ia dan para bawahannya. Apalagi ternyata anak perempuan Kapolsek yang telah berumur 24 tahun dan lulusan Diploma tiga pada salah satu perguruan tinggi Samarinda itu, juga mengalami kejadian aneh.



Ia melihat seorang perempuan dengan warna tubuh merah darah, menampakkan diri. Atas kehadian tersebut akhirnya Kapolsek memerintahkan mencari orang pintar atau paranormal, untuk berhubungan dengan makhluk supranatural itu. Berdasarkan dialog dengan paranormal, para makhluk yang sempat menteror Kapolsek Sangasanga itu, memang berasal dari Guci.

Mereka adalah roh dari orang-orang yang tengkoraknya ada dalam guci atau tajau tersebut. Kedatangannya bukan untuk mengganggu tetapi hanya memberikan peringatan agar keburan mereka jangan diganggu dan tajau-tajau itu dikuburkan kembali di dalam tanah.

Karena itu akhirnya tajau-tajau dimaksud dititipkan kepada salah seorang keturunan Suku Dayak yang ada di Desa Batuah Kecamatan Loa Janan. Sambil menunggu penelitian para arkeologi, rencananya akan diadakan rapat guna membahas masalah Guci itu apakah akan ditanam kembali atau dipamerkan di museum sebagai bagian dari paket wisata.

Memang lokasi penemuan Guci itu letaknya sangat strategis sebagai pemakaman kuno. Letaknya berada di puncak bukit yang kakinya langsung turun pada Sungai Sangsanga, lokasi itu kini memang terletak di pinggir jalan raya. Bahkan di dekatnya akan dibangun sebuah terminal domestik.


Selasa, 23 Juni 2009

Ayo Tamasya di Kalimantan

Ayo tamasya di kalimantan, anda akan menikmati berperahu di anak Sungai Mahakam, menikmati lekukan dan kelokan sungai yang berlatar perbukitan biru. Datanglah ke kalimantan dan Kutai Kartanegara, dan langsung ke desa-desanya sehingga aroma alami alamnya dapat anda nikmati.

Berperahu di Ulu Sungai Tenggarong






Pemandangan rantau disepanjang mahakam, yang indah dan alami.





Hijaunya lembah dan perbukitan









Sambil bertandang ke lokasi pembuatan gula aren, oleh suku Kutai Lampong di Dusun Bengkuring










Ayo tamasya ke Kutai Kartanegara...........

Mari Kunjungi Orang Asli Kutai Kartanegara

Mari kunjungi kehidupan Suku Asli Kutai Kartanegara, Kutai dan Dayak. Lalu rasakan keramahannya dan persahabatannya, maka anda akan merasakan memiliki saudara di Pulau Kalimanta.

Meski secara sosial banyak tertinggal, karena perbedaan kebijakan terhadap warga transmigrasi jawa dan warga lokal pada zaman orde baru, namun mereka tetap ceria dan selalu menantikan kunjungan anda yang ingin bersahabat dengannya.

Datang dan kunjungi mereka langsung di udik sungai, lembah dan rawa, dimana mereka tinggal mencari ikan, berkebun dan berhuma. Ikutlah dan rasakan menangkap ikan di musim kemarau dengan hanya menggunakan ke dua tangan anda. Menyantap makanan khas, gangan terong, bretus jukut ruan dan tontong bengkela.

Datanglah dan jadikan diri anda sahabat kami yang terdiri atas Kutai dan Dayak. Mencari penghidupan dengan cara tradisional, sehingga anda akan menikmati apa sebenarnya alam kalimantan.









Memetik padi (ngetam) di sawah dan ladang yang masih dikelola secara tradisional dan alami, itulah makna hidup orang kalimantan. Meski demikian tidak pernah mereka kehabisan hutan, kehabisan air dan kehabisan padi. Sampai musim ilegal loging yang resmi, dan pertambangan ilegal yang resmi.........





Datanglah, kami akan sambut anda di alam hijau kalimantan dan setelah itu kami yakin, anda mungkin ingin membantu kami untuk melestarikannya.







Datanglah, maka kami akan sambut anda dengan senyum ramah yang tulus. Karena kalimantan adalah pulau yang memberikan kehidupan bagi orang yang tulus........

iklan jadul Majalah Intisari 1986 Versi Kaum Ibu

yang ini edisi kaum keluarga, ada mbak Poppy Dharsono yang jadi model iklan jamu dan masih terlihat cantik dan anggun pada tahun 1986.

Masih cantik dan anggun, padahal ketika itu umurnya juga sudah tidak muda lagi























Vitamin keluarga Supradex, tapi saya tidak pernah makan vitamin ini











Ini jam tangan trendy waktu 1986, saya juga punya dahulu. Tapi hilang diambil teman yang iseng.









iklan jadul Majalah Intisari 1986

Kemarin saya jalan-jalan ke Perpustakaan Umum Daerah Kutai Kartanegara, saya mau cari data tentang sejarah dan lainnya. Kebetulan ketemu Majalah Intisari Jadul Terbitan tahun 1986, wah ini majalah kesukaan saya waktu kecil, jadi saya ada ide muat posting yang isinya iklan jadul.

Ya hitung-hitung nostalgia pada tahun 1986, ingat model pakaiannya, rambutnya dan gaya bahasa iklannya.

Popsoden jadul, lihat gaya rambutnya dan tampang yang cowok, jadul banget ya. Pepsoden emang top dan berjasa buat gigi saya, soalnya sejak kecil pakainya ya pepsodent, dulu Juara Tinju Elyas Spical juga pernah jadi bintangnya, gayanya senyum sambil megang Pepsodent pakai sarung tinju








Asepso jadul, dulu saya juga pernah pakai. Baunya gak harum tapi efektif menghilangkan gatal, maklum lagi kecil saya suka ngejar layangan sampai ke dalam rawa-rawa yang banyak rumput tajamnya, rasanya saya pernah lihat di warung baru-baru ini, kayaknya masih produksi ini sabun.











Ovaltine ini seperti Milo, jujur saja saya jarang minum. Soalnya untuk ukuran keluarga saya dahulu, Ovaltine ini adalah minuman mahal. Makanya pertumbuhan saya tidak berkembang signifikan, hehe.











Nah ini iklan Feminax jadul, pacar saya dulu suka minum obat ini, rasanya masih produksi sampai sekarang.

Sabtu, 20 Juni 2009

Raja Kutai Berasal dari Jawa?


Tahukah anda, Aji Batara Agung Dewa Sakti bukan asli Kutai tetapi merupakan seorang Bangsawan Kerajaan Singhasari yang melarikan diri dari tanah jawa lantaran dikejar Raja Jaya katuang yang mengalahkan Singhasari. Menurut beberapa sejarawan Kutai, Aji Batara Agung Dewa Sakti sebenarnya bernama Panji Kesumo.


Kedatangannya ke Kutai sebenarnya sebagai transit saja, namun setelah singgah di Tepian Datuk, ia tertarik untuk menetap. Apalagi setelah Panji Kesumo berhasil mengawini seorang puteri Kepala Kampung Hulu Dusun bernama Karang Melenu. Perkawinan tersebut akhirnya merupakan cikal bakal sebuah kerajaan yang kini kita kenal sebagai Kutai Kartanegara Ing Martdipura.

Dengan pengalaman dan kecakapannya dari Singhasari, Panji Kesumo berhasil menggalang kekuatan dan persatuan baik secara damai maupun perang, dan akhirnya Kutai Kartanegara berdiri sebagai Kerajaan baru dengan ibu kota di Jahitan Layar.


argumen mengenai asal usul Aji Batar Agung Dewa Sakti ini, dikuatkan dengan pernah ditemukannya sebuah batu bertuliskan aksara jawa kuno di Kutai Lama sekarang. Namun akibat kecerobohan dan kurangnya perhatian pemerintah akhirnya batu tersebut raib entah ke mana.

Selain itu kentalnya unsur budaya jawa juga menjadi petunjuk mengenai hubungan Kutai dengan tanah jawa. Mulai nama-nama raja dan pangeran Kutai yang mirip dengan nama bangsawan jawa, Aji Pangeran Sosro Negoro, Haryo Poeger dll, sangat menunjukkan corak jawa. Belum lagi kesenian klasik keraton seperti tari topeng, dan irama gamelannya sangat mirip dengan kesenian klasik keraton jawa.

Jumat, 19 Juni 2009

Temuan 6 Guci Berisi Kerangka Manusia di Sanga sanga


Guci-guci kuno berisi kerangka manusia ditemukan di Kelurahan Sangasanga Dalam, Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Barang-barang bernilai arkeologis tersebut ditemukan para penggali bangunan Sabtu (13/6) sore.

Guci- guci kini diamankan di Kantor Kepolisian Sektor Sangasanga. Guci-guci lainnya yang sudah pecah masih terpendam di sebuah bukit di dekat jalan poros Sangasanga-Samarinda. Lokasi telah diberi pita kuning polisi. Penggalian untuk sementara dihentikan.

"Kami akan menjaga guci-guci itu untuk diserahkan kepada pemerintah yang lebih berwenang," kata Kepala Polsek Sangasanga Ajun Komisaris Dody Susantyoko, Senin (15/6).

Temuan itu didokumentasikan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kutai Kartanegara . Temuan segera dilaporkan kepada Balai Arkeologi Banjarmasin di Kalimantan Selatan agar diteliti.

"Temuan guci-guci berisi kerangka manusia membuat kami menduga lokasi temuan adalah kuburan tua," kata Kepala Bidang Kebudayaan Azmidi.

Dari tujuh guci yang diamankan, cuma satu yang utuh. Enam lainnya pecah berkeping-keping akibat penggalian yang memakai eskavator. Di kantor polisi ada 4 karung berisi pecahan guci, 2 karung berisi kerangka manusia, 1 kardus berisi pecahan guci, dan guci utuh berisi kerangka.

Guci utuh itu berdimensi tinggi 83 sentimeter (Cm), berdiameter lingkaran dasar 80 Cm, berdiameter lingkaran mulut atau atas 70 Cm, dan berdiameter lingkaran tengah 135 Cm. Guci cokelat itu bermotif naga timbul. Tim belum bisa mengidentifikasi usia guci dari keramik itu.

Azmidi mengatakan, temuan guci-guci itu agak membingungkan sebab Sangasanga dikenal sebagai kawasan peninggalan sejarah kolonial Belanda. Di kecamatan di pesisir Kaltim itu masih berdiri kompleks perumahan pegawai perusahaan minyak dan pompa-pompa angguk dari abad ke-19. Di sana juga sempat terjadi pertempuran antara pejuang Indonesia dan serdadu Belanda pada awal masa kemerdekaan.

Guci-guci memang digunakan sebagai salah satu teknik penguburan orang Dayak dari kalangan bangsawan. Lokasi temuan mendekati definisi gur atau rumah terpendam dalam tanah untuk menyimpan jejeran tempayan berisi tulang.

Kalimantan Timur Bigfoot


Kalimantan Timur ternyata memiliki si Kaki Besar bigfoot. Posting ini bukan cerita isapan jempol semata, namun saya ceritakan sesuai pengalaman dari mereka yang pernah melihatnya secara langsung. Dari beberapa informasi yang saya himpun, penampakan Bigfoot yang seringkali terlihat adalah di pesisir Timur Kaltim.

Tepatnya disekitar Kecamatan Anggana Kutai Kartanegara, yang memang masih memiliki banyak hutan lebat dan kawasan Delta Mahakam yang merupakan Muara Sungai Mahakam, dimana banyak terdapat pulau-pulau terpencil yang belum terjamah manusia hingga kini.

Seperti diceritakan Bapak Taher usia 56 tahun, seorang warga Kutai keturunan Bugis Bone yang lahir di Muara Pantuan Kecamatan Anggana. Ia mengaku pernah kontak langsung dengan Bigfoot, bahkan membunuh salah satu diantaranya. Peristiwa itu terjadi pada sekitar tahun 1970an ketika itu ia bersama 5 orang kawannya, termasuk seorang tetua kampung melakukan perburuan kijang dikawasan antara Kecamatan Anggana dan Muara Badak.

Setelah berangkat sejak pagi hari, mereka belum mendapatkan satu ekorpun kijang. Perjalanan terpaksa dilanjutkan hingga ke pedalaman Anggana dekat Muara Badak. Tepatnya kawasan itu sekitar Desa Handil Terusan sekarang, memasuki senja hari tiba-tiba anjing mereka menyalak dengan riuh dan berlarian kearah yang hutannya lebih lebat.

Tidak seperti biasanya kini teriakan anjing mereka seperti ketakutan dan disela-sela suaranya terdengar suara lengkingan aneh seperti suara orang utan yang sedang marah. Dan ketika mereka mendapati tempat tersebut, beberapa anjingnya telah mati dengan kondisi robek akibat sentakan yang sangat keras. Kemudian beberapa meter kemudian mata mereka tertumbuk pada sosok mahluk berbulu hitam dengan tinggi dua meter lebih sedang dikerubuti anjing pemburu mereka.

Apabila salah satu anjing terlalu dekat dan ia dapat menangkap, maka anjing tersebut ditarik dua kakinya hingga robek dan terbelah. Menurut Bapak Taher atas perintah pimpinan rombongan yang juga seorang lato (Jagoan) di desa mereka, akhirnya berenam mereka mengeroyok mahluk itu. Apabila ditombak maka tombak mereka ditangkapnya kemudian dilemparkan ke tanah.

Cukup lama mereka mengeroyok mahluk itu sehingga suatu saat tombak Taher mengenai dadanya. Namun anehnya apabila kena tombak, bukannya dicabut tetapi malah ditarik hingga tembus ke belakang, kemudian darahnya dijilati sendiri sambil menyeringai dengan gigi besar menonjol ke depan.

Akhirnya ketika hari telah memasuki gelap, mahluk tersebut jatuh dan mati. Oleh Taher dan kawan-kawannya jasad si Bigfoot kemudian digantung dengan tali di sebatang pohon yang cukup tinggi, hal ini dilakukan lantaran ada semacam kepercayaan mereka, mahluk yang berhasil dibunuh itu bukan sembarang mahluk tetapi merupakan jelmaan mahluk gaib.

Menurut Taher dari perjumpaan itu ia masih dapat mengingat ciri-cirinya, yaitu tinggi badan sekitar 2 meteran. Kaki besar dan berotot, namun tungkainya kaku sehingga tidak bisa terlalu menekuk ke belakang, dengan demikian jalannya kaku dan bila menoleh terpaksa memutar badan dahulu.

Makluk itu memiliki bulu hitam yang besar-besar menyerupai duri pohon kapuk, darahnya merah dan memiliki suara mirip manusia namun juga mirip kera (orang utan). Bukan jenis orang utan, karena orang utan ketika itu mudah ditemui manusia. Memiliki mata cekung dan merah, seringainya nampak mengerikan namun dalam perkelahian tidak pintar sehingga dapat dibunuh.

Memiliki tenaga kuat terbukti dengan mudahnya ia merobek anjing pemburu dengan sekali tarikan hingga terbelah. Ketika ditemukan dalam keadaan sendirian dan nampak sakit, sehingga mudah ditaklukkan.

Keterangan Bapak Taher tersebut, mengingatkan kita pada jenis bigfoot yang saat ini memang menjadi salah satu misteri fenomena dunia. Beberapa waktu lalu di kalimantan utara dan Malaysia memang pernah ramai dibincangkan tentang penampakan bigfoot kalimantan. Apakah ini salah satunya belum diketahui dengan pasti, karena kejadiannya telah lama sekali berlangsung.

Namun hal itu tidak menutup kemungkinan, karena sebelunya banyak orang yakin Kalimantan tidak memiliki gajah. Namun akhir-akhir ini gajah-gajah kerdil tersebut malah masuk kampung, diwilayah Malinau sehingga membatalkan pendapat para ahli yang mengatakan tidak mungkin ada gajah asli kalimantan.

Kamis, 18 Juni 2009

Sejarah Kota Bangun (Sri Bangun) Sebuah Kerajaan Dengan Corak Budha


Kota Bangun terletak sekitar 88 Km dari Tenggarong Ibu Kota Kabupaten Kutai Kartanegara, terletak di sisi kiri mudik Sungai Mahakam. Merupakan sebuah daerah yang memiliki sejarah peradaban lama. Bekas wilayah Kerajaan Sri Bangun dengan Rajanya yang paling terkenal bernama Qeva.

diperkirakan merupakan negeri bawahan dari Kerajaan Martadipura, namun berbeda dengan Martadipura yang Hindu, Kerajaan ini malah menunjukkan corak sebagai Kerajaan Budha dengan ditemukannya beberapa peninggalan seperti Arca Budha Pengembara dari Perunggu, dan Patung Lembu Nandi yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai Singa Noleh.

Keberadaan Patung Lembu Nandi itu terletak di sebuah dataran tinggi yang berhadapan langsung dengan Sungai Mahakam, di mana pada arah Ulunya ada sebuah Danau yang bernama Kedang Murung kawasan ini sekarang dikenal sebagai Situs Sri Bangun.

Strategisnya Situs Sri Bangun ini juga dimanfaatkan Sultan Kutai Kartanegara Aji Muhammad Salehuddin, sebagai wadah pengungsian ketika kalah perang melawan Pasukan Belanda pada tahun 1844. Ditempat itu Sultan bersama keluarga dan mentrinya beserta Ratusan Pengawal membangun kubu pertahanan serta beberapa istana sementara.

Situs Sri Bangun ini hingga sekarang tetap di keramatkan penduduk Kutai Kartanegara, karena dipercaya Kerajaan Sri Bangun yang memang misterius tersebut, hingga kini masih ada secara gaib. Banyak warga yang telah melihat bayangan Istana megah di wilayah pada waktu-waktu tertentu, terkadang pula ditemukan beberapa lelaki dan wanita misterius yang apabila diikuti menghilang begitu saja.

Rabu, 17 Juni 2009

Mengenang Kebesaran Kerajaan Hindu Martadipura

Sebagian kita tentu merasa agak asing dengan nama Martadipura, apabila penyebutannya dikaitkan sebagai kerajaan berdiri sendiri. Orang banyak entah karena familiar saja atau terpeleset pengertian dan lidah atau sengaja mempelesetkan saja, lebih senang menyebut kerajaan ini sebagai Kutai Mulawarman atau Kutai Martadipura.

Padahal Kerajaan yang disebut-sebut sebagai Kerajaan tertua di Indonesia ini, adalah sebuah kerajaan yang terpisah sama sekali dari kerajaan Kutai Kartanegara. Kerajaan Martadipura adalah sebuah kerajaan bercorak hindu, dan didirikan penduduk Asli Kalimantan Timur bersama beberapa bangsawan dan Brahmana dari India pada sekitar abad Ke 4 Masehi.

Baru pada tahun 1635 Martdipura bersatu dalam lingkungan Kekuasaan Kutai Kartanegara, setelah dianeksasi melalui sebuah perang dahsyat yang akhinrnya menghancurkan sama sekali Dinasti Mulawaraman. Ketika perang terjadi Martadipura dipimpin oleh Maharaja Darmasetia raja yang ke 25, dan Kartanegara dipimpin raja ke 8 bernama Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa , yang cukup menarik di sini adalah pemakaian istilah Maharaja bagi raja-raja Martdipura, dan istilah Aji bagi Kartanegara.

Apakah gelaran Aji Pangeran dan Aji Batara serta Aji Dipati, yang dipakai Raja Kutai ini terkait status kerajaan yang sebenarnya masih merupakan daerah vasal dari Martadipura. Nampaknya memang perlu studi mendalam dari para arkeologis dan budayawan Indonesia.

Ibu kota Kerajaan bernama Martapura terletak di Benua Lawas yang letaknya adalah sisi kiri mudik Sungai Mahakam atau arah Ulu seberang Muara Kaman saat ini. Martapura berarti Istana Tempat Pengharapan, dengan pendirinya adalah seorang Raja bernama Kedungga dengan istrinya bernama Sri Gabok berasal dari Negeri Tebalai Indah seberang Muara Kaman saat ini.

Kemudian hari ketika kerajaan sedang dilanda huru hara lantaran serangan gerombolan raksasa, Kudungga yang sedih tidak dapat membasmi raksasa-raksasa tersebut, akhirnya pergi bersemedi ke sebuah wilayah bernama Negeri Pantun yang terletak di Kecamatan Muara Wahau Kutai Timur sekarang. Dalam persemediannya itu Kedungga bertemu dengan seorang pemuda tampan yang mengaku sebagai Aswawarman Pangeran dari Negeri Kalingga di India.

Kepada Aswarman kemudian Kudungga menanyakan apakah ia sanggup membantu rakyat Martadipura untuk membunuh gerombolan raksasa yang selalu merusak rumah dan menganiaya warga. Aswawarman menyanggupinya, kemudian bersama mereka berhasil mengalahkan para raksasa. Sebagai tanda bangga dan ucapan terima kasih akhirnya Aswawarman dikawinkan dengan putri Kedungga.

Dari Perawinan itu akhirnya lahir tiga orang putra, diantara tiga orang putra itu Mulawarman adalah yang terkemuka. Ia diangkat menjadi Raja Martdipura bernama Maharaja Sri Mulawarman Naladewa. Dalam prasasti Yupa ia disebutkan sebagai raja yang berani dan perkasa, mampu menaklukkan musuh di medan perang dan menjadikan negerinya sebagai bawahan.

Mulawarman juga seorang raja yang dermawan, terbukti dengan hadiah yang diberikannya pada para Brahmana berupa ribuan ekor sapi dalam sebuah upacara yang disebut Bahusuwarnakan. Nama Mulawarman sendiri artinya adalah "selembar akar" .

Dibawah pimpinan Maharaja Mulawarman, kehidupan sosial dan kemasyarakatan diyakini berkembang dengan baik. Pemerintahan berpusat di Keraton yang berada di Martapura wilayah kekuasaannya terbentang dari Dataran Tinggi Tunjung (Kerajaan Pinang Sendawar), Kerajaan Sri Bangun di Kota Bangun, Kerajaan Pantun di Wahau, Kerajaan Tebalai, hingga ke pesisir Kalimantan Timur, seperti Sungai China, Hulu Dusun dan wilayah lainnya.

Kuatnya kekuasaan Mulawarman saat itu tidak lepas dari peranan dan Jasa kaum Brahmana. Sebagai pemuka agama mereka memberikan dorongan spiritual yang memantapkan hati Mulawarman dalam mengalahkan musuh di medan perang. Dengan penaklukan terhadap kerajaan-kerajan kecil tersebut, kondisi negara dapat stabil sehingga suasana tentram dapat berjalan selama masa pemerintahannya.

Apalagi ketika itu perdagangan dengan negara luar dapat berjalan dengan, bandar Muara Kaman yang berada di Tanjung Gelombang, sebelah barat Bukit Berubus sekarang ramai didatangi Jung-jung dari negeri tiongkok dan India. Para pedagang India membawa berbagai dagangan seperti kain dan manik-manik, serta keagamaan yang dibarter dengan hasil alam setempat, berupa Tengkawang, rotan, dan emas.

Demikian pula pedagang Tiongkok mereka membawa berbagai guci dan barang keramik untuk dibarter dengan hasil alam setempat. Hasil alam yang melimpah, baik emas, ikan dan pertanian serta peternakan berjalan dengan baik.

Pelabuhan Tanjung Gelombang adalah sebuah pelabuhan alam yang dikeliling Danau sangat luas ketika yakni Danau lipan. Apabila ditelusuri saat ini, nampak sekali bila keberadaan Bukit Berubus dan Martapura adalah sebuah gundukan bukit yang pada masa lalu dikeliling danau luas bagaikan lautan.

Sampai saat ini bekas lokasi pelabuhannya masih ada di Muara Kaman, demikian pula dengan berbagai kanal buatan serta kubu-kubu pertahanan masih terdapat di sana. Bahkan beberapa tahun lalu beberapa Arkeolog dari Universitas Brawijaya Malang, melakukan penelitian dan menemukan banyak stuktur bangunan dari bata merah yang disinyalir adalah undakan atau pondasi bangunan candi di bukit Berubus lokasi yang sama dengan ditemukannya prasasti Yupa.

Selasa, 16 Juni 2009

Menengok Situs Kutai Lama






Beberapa waktu lalu saya menyempatkan diri jalan-jalan ke Desa Kutai Lama Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara. Ketika itu saya hendak melihat-lihat situs peninggalan Kerajaan Kutai Kartanegara di bumi mana ketika kerajaan ini pertama kali berdiri, sejak abad ke 13 silam.

Dalam pikiran saya sejak awal adalah sebuah lingkungan yang melankolis, dengan sisa jejak masa silam ketika Kerajaan ini memimpin rakyatnya untuk eksis menjaga sebuah nama : Kutai yang kita kenal hingga saat ini. Sebuah napak tilas ketika masa yang berlalu adalah cerminan bagi langkah kita pada masa yang akan datang, sunyi dan hikmat dengan berbagai gundukan menjelaskan adanya jasad para bangsawan dan rakyat Kutai tempo dulu.

Namun ketika sampai di Kutao Lama saya kaget, ada perubahan luar biasa sejak kedatang saya puluhan tahun silam. Sekarang telah berdiri bangunan berupa cungkup dan pendopo, baik untuk menutupi makam, maupun pendopo tempat istirahat dan makan.

Suasana lingkungannya juga nampak bersih, berpagar dan jalannya telah disemenisasi. Bahkan pada lingkungan tempat Makam Sultan Aji Dilanggar dan Aji Raja Mahkota Mulia Alam yang merupakan Sultan ke 6 dan ketujuh Karajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, telah diberi pagar steinlees yang nilainya lumayan.

Menurut Nasib dan Fatur Rossi dua petugas makam yang sempat saya temui menceritakan, kalau pagar steinlees dan karpet serta beberapa bagian sudut makam merupakan bantuan dari beberapa orang peziarah. Mereka memberikan bantuan lantaran nazar yang diucapkan ketika menziarahi makam berhasil.

Memang saya sempat menjumpai sebuag rombongan keluarga Bugis yang berasal dari Kehewanan Samarinda. Mereka yang nampaknya satu rombongan keluarga tersebut datang dengan membawa satu ekor anak kambing jantan untuk disembilih sebagai pembayar nazar lantaran cita-cita yang diucapkan pada makam berhasil.

Sebelum upacara menyebelih kambing digelar, terlebih dahulu mereka melemparkan banyak uang receh pada warga setempat yang memang telah menunggu di depan makam. Sambil mengucap shalawat Nabi, maka dilemparkanlah uang receh yang kemudian diserbu para orang tua dan anak-anak setempat.

Mengenai keberadaan warga ini, meskipun terkadang keberadaan mereka terasa menganggu lantaran suka minta uang dan ngikutin kita berjalan. Namun ternyata keberadaan mereka katanya sih malah diharapkan pengunjung, karena salah satu tanda hajat akan terkabul adalah kita dikerumuni orang tua dan anak-anak yang meminta uang.

Sebagai info ternyata jumlah kunjungan peziarah pada makam atau situs kerajaan ini, jumlahnya mencapai angka 3000 orang perbulannya. Namun dua penjaga Makam Nasib dan Fatur mengeluh, mereka tidak memiliki pendapatan yang cukup lantaran tidak semua pengunjung memberi uang.

Apalagi keberadaan mereka sebagai penjaga makam ternyata tidak digaji oleh Dinas Pariwisata dan budaya Kutai Kartanegara. Sedangkan pengelolaan dilakukan secara tradisional saja, sehingga tidak ada retribusi pasti bagi peziarah untuk petugas maupun kas desa (sayangya).

Ketika Nasib dan Fatur meminta bantuan bila suatu saat ketemu Kadis Pariwisata ataupun pejabat berwenang lainnya untuk dicarikan solusi. Namun saya hanya dapat menyuruh bersabar, sembari menjelaskan kalau saya ini tidak punya chanel pada para pejabat itu. Saya hanya dapat menyarankan, agar Si Nasib dan Fatur ini coba-coba aja minta berkah sama yang dijaganya. Masak orang lain dapat kok yang jaga tidak..? Itu bila memang benar sebuah makam dapat merubah nasib seseorang. "Minta saja pak sama Sultan Dilanggar siapa tahu dikabulkan dan bapak langsung jadi orang kaya," kata saya ketika itu..

Rabu, 03 Juni 2009

Atlantis In Borneo (Reruntuhan Atlantis Di Danau Kalimantan)

Sebuah citra struktur reruntuhan kota kuno di sebuah danau yang ada di Pulau Kalimantan sebelah timur, tertangkap oleh mata Google Earth (GE) yang memang fantastis.

Apabila benar gambar hasil photo GE itu bukan sebuah kesalahan teknis kamera, maka ini merupakan gambar paling spektakuler abad ini. Pasalnya reruntuhan itu sangat luas dan besar, nampak tertata rapi dan lurus sangat presisi.

Apabila benar gambar reruntuhan ini memang sebuah gambar dari struktur sebenarnya di dasar danau, maka kita orang dan warga Indonesia pantas untuk bangga. Karena reruntuhan membuktikan adanya peradaban sangat maju di negeri ini.

Pertanyaannya gambar struktur itu berasal dari peradaban mana, kerajaan apa, dan siapa yang membangunnya. Di Pulau kalimantan sendiri, terutama di Kalimantan Timur, memang menyimpan sejarah terpendam yang belum terungkap. Di wilayah ini pernah berdiri Kerajaan Kutai Mulawarman yang merupakan kerajaan tertua di Indonesia dan terkenal kekayaannya dengan hadiah berupa 5000 ekor sapi pada para Brahmana.

Di wilayah ini pula berdiri kerajaan Dayak Tunjung bernama Kerajaan Sendawar, yang keberadaannya setara dengan kebesaran Kerajaan Kutai. Banyak pula berbagai kerjaan kecil yang berdiri di tepi-tepi danau pada sekitar abad 5 sampai 16 masehi. Seperti Kerajaan Kedang, Kerajaan Sri Bangun (terkenal dengan peninggalan arca lembu Nandi dan Patung Budha pengembaran).

Namun demikian, dengan segela kebesaran kerajaan itu, apakah mampu membangun sebuah struktur seperti terlihat pada citra GE tersebut? atau apakah ini bukan peninggalan peradaban yang jauh lebih tua, Seperti Atlantis atau Lemuria misalnya?

Saya mengaitkan dua peradaban mitos nan legendaris itu dengan Citra GE ini, lantaran ada beberapa teori yang beberapa waktu lalu ramai diposting berbagai blog dalam maupun luar negeri. Di mana seorang ahli mengatakan (saya lupa, kalau ada yang tahu tolong di link kesini) mengatakan kalau Atlantis yang hilang itu sebenarnya berada di wilayah kepulauan Indonesia sekarang ini.

Lantas bagaimana dengan Lemuria? negeri yang satu ini bahkan memang sejak lama diperkirakan berasal dari sekitar Indonesia. Tapi tidak tahu di mana. Lantas apakah dengan gambar itu semua dapat diungkap? saya kira ini memerlukan bantuan kawan-kawan bloger dari mana saja untuk bantu mempublikasikannya.

Silahkan link posting ini, atau di kopi atau apa saja tapi jangan lupa sebut Kaki langit Kalimantan sebagai blog pertama yang telah mempublikasikan atau barangkali menemukannya. Terima kasih dan untuk jelasnya silahkan lihat langsung dengan GE diatas pulau Kalimantan.

Struktur Kota Kuno Di Dasar Danau Kalimantan


Gambar menakjubkan ini saya temukan sekitar Desember 2008 lalu, ketika berseluncur dengan fasilitas google earth. Namun baru saya download dari Google Earth (GE) tadi malam. Ketika itu saya iseng mencari bekas Lokasi Kerajaan Mulawarman, dengan GE. Tetapi tidak menemukan apapun.

Setelah itu iseng-iseng saya mengarahkan GE ke arah tengah pulau kalimantan, tetapi masih dalam wilayah Kalimantan Timur, tepatnya di atas sebuah danau besar di mana ada sebagian area yang telah diphoto oleh GE. Ketika mengarah ke danau, saya kaget ada gambar struktur kota yang luar biasa megah dalam danau tersebut.

Ketika itu saya agak ragu, apakah gambar itu hanya noise digital saja, atau memang sebuah struktur yang nampak rapi, lurus silang menyilang dan seperti sebuah kompleks yang sangat besar. Apapun itu memang perlu publikasi dan penelitian para ahli, apakah kesalahan kamera saja atau struktur itu memang nyata.

Kalau itu memang nyata, akan menyingkap misteri kelam yang selama ini menyelimuti pulau kalimantan. Apakah itu peninggalan kerajaan Dayak terdahulu, (Tunjung, kenyah, benuaq dll) atau struktur peninggalan Kerajaan Mulawarman Naladewa yang terkenal kaya dengan sedekah 5000 ekor sapi.

Atau bahkan itu struktur peninggalan yang lebih tua dari peradaban yang ada di kalimantan, Seperti Kerajaan Atlantis? atau Lemuria yang berdasarkan teori terbaru katanya memang berasal dari wilayah Kepulauan Indonesia sekarang ini.