Senin, 13 Juli 2009

Berburu Buaya Di Pantuan

Berburu buaya di Pantuan, sepertinya judul di atas terlalu berat. Namun kurang lebih begitulah yang terjadi pada bulan Agustus 2008 lalu, ketika itu saya bertandang ke Desa Muara Pantuan Kecamatan Anggana. Kebetulan tiga hari sebelumnya ada sebuah insiden seorang pekerja tambak udang baru saja tewas diterkam seekor buaya muara yang ganas.


Kejadiannya sekitar pukul 3 sore, ketika para pekerja tambak yang berlokasi di sebuah wilayah bernama Genting tersebut, berenang dari sisi timur tanggul ke tengah tambak. Namun baru saja seorang diantaranya menceburkan diri, langsung disambar oleh buaya yang ternyata telah masuk tambak sejak malam sebelumnya.



Karena lapar, akhirnya ia mengintai para pekerja dan kebetulan seorang diantaranya bernasib naas. Kawan-kawan pekerja tambak yang memang berasal dari Pulau Jawa tersebut, tidak berani membantu kecuali bert teriak-teriak namun tidak membuahkan hasil apa-apa. Kawan mereka di putar, dilempar untuk kemudian diseret kedalam hutan yang masih terdapat di tengah tambak yang luasnya mencapai 10 hektar lebih tersebut.


Keesokan harinya bantuan dari dari Desa Pantuan yang jaraknya sekitar 1,5 jam dengan kapal bermesin diesel dari genting berdatangan. Setelah diadakan pencarian kurang lebih 7 jam, akhirnya jasad pekerja tersebut ditemukan di sebuah gundukan tanah yang ada di tengah tambak. Kondisinya cukup mengenaskan, perut robek dan kaki sebelah kanan hilang sampai ke pinggul.

Ketika saya bertandang 3 hari kemudian, saya sudah tidak mendapati jasad pekerja itu yang telah dimakamkan oleh warga setempat. Namun untuk mengobati rasa penasaran tersebut, saya mengikuti tiga orang tetua kampung untuk melakukan pengintaian terhadap buaya yang ternyata belum tertangkap itu.

Sekitar pukul 17,30 kami berangkat dari pantuan dengan menggunakan kapal domfing (istilah nelayan setempat karena mesin kapal mereka biasanya diesel china bermerek Dongfeeng). Sesampai di genting pukul 16.05 wita kami naik ke tanggul tambak melalui pelabuhan tempat para pekerja naas tersebut biasa menambatkan perahu.

Suasana di petang yang temaram itu cukup mendirikan bulu roma, dengan ditingkahi suara jendela pondok yang telah ditinggalkan pekerja berbunyi ditiup angin. Kami mendapati lokasi bekas buaya tersebut naik melalui tanggul, bekas kakinya cukup lebar sehingga diperkirakan panjangnya sekitar 7 sampai 8 meter.

Namun perburuan malam itu tidak membuahkan hasil, karena buaya yang yang diyakini masih berada di dalam lokasi tambak tersebut, ternyata tidak mau keluar. Akhirnya sekitar pukul 20.30 wita kami pulang kembali ke Muara Pantuan. Suasana pulang cukup mendebarkan bagi saya, karena kapal yang digunakan tidak memiliki penerangan malam, sehingga saya takut kapal menabrak sesuatu dan tenggelam, padahal sungai genting tersebut terkenal banyak buayanya, wah pasti sangat menyeramkan apabila terpaksa harus berenang dalam air sungai penuh buaya dan gelap tersebut.

Di sepanjang perjalanan pulang kami menyaksikan keindahan gerombolan kunang-kunang yang hinggap di pohon, sehingga terlihat bagaikan lampu seri yang kelap kelip di gelap malam. Dalam hati saya terus berdoa agar kapal yang kami kendarai selamat hingga perairan muara, dan ternyata juru mudinya memang handal dan telah terbiasa mengemudi kapal dalam keadaan gelap gulita.

Tidak ada komentar: