Minggu, 28 Juni 2009

Taman Makam Pahlawan Sangasanga


Di Kelurahan Jawa Kecamatan Sangasanga, berdiri tegak pilar berlapis marner putih yang di sisi depannya mengembang dengan gagah lambang negara Indonesia, Pancasila. Disitulah letak Taman Makam Pahlawan (TMP) Wadah Batuah. Keberadaannya cukup megah mengambarkan suasana heroik, kisah perjuangan para pemuda setempat di tahun 1947 silam.

Pada areal yang memiliki luas sekitar lima hektar lebih itu, terbaring 72 jasad pahlawan pejuang kemerdekaan Indonesia. Dari urutan tanggal yang ada pada nama-nama pejuang yang tewas, terlihat jelas adanya pertempuran dahsyat selama empat hari yaitu tanggal 27 hingga 30 Januari 1947.

Tidak terbayangkan bagaimana keberanian para pejuang itu, ketika menghadapi tentara modern Belanda dengan persenjataan lengkap. Padahal mereka bukan tentara, dan banyak yang baru tahu cara menembak ketika mendapatkan senjata hasil rebutan, atau hanya berbekal jimat saja.

TMP Wadah Batuah ini terletak di Kelurahan Jawa kecamatan Sangasanga. Kompleksnya cukup luas dan asri, ada pilar tinggi dengan lambang garuda di atasnya. Ada pula dinding marmer yang tertulis nama-nama para pahlawan yang telah bertempur sengit pada tanggal 27 Januari 1947 silam.

Bagi saya yang membuat TMP ini menarik dari TMP-TMP lainnya di Kutai Kartanegara adalah, di Batuah ini pahlawan yang dimakamkan adalah mereka yang benar-benar bertempur melawan belanda. Terlihat betapa sengitnya pertempuran itu dari tanggal-tangga gugurnya para pejuang tersebut. Lihat daftar berikut :
Tanggal 27 Januari : 6 orang
tanggal 28 januari : 3 orang
Tanggal 29 Januari : 60 orang
Tanggal 30 Januari : 3 orang
Tanggal 04 Februari: 1 Orang

Dari daftar tersebut dapat kita lihat betapa dahsyatnya pertempuran pada akhir Januari, di mana pada tanggal 29 Januari itu gugur sebanyak 60 orang pejuang. Melihat situasi itu saya memperkirakan tidak imbangnya persenjataan dan kemampuan bertempur adalah penyebab banyaknya jatuh korban dari pihak Indonesia.

Dan ingatlah perjuangan mereka ketika bertempur melawan penjajah, tiada kenal pam rih. Suku, ras, dan agama mereka mati tanpa meminta. Maka wajarkah kini kita sebagai generasi muda kerjanya hanya malas-malasan saja?

Tenggelam dalam arus modernisasi kebablasan ala barat, mabuk, makan narkoba atau sekedar foya-foya dari datu kafe ke kafe lainnya. Main perempuan, pacaran sampai hamil, atau korupsi manipulasi KKN, dan menggusur yang lemah?

Mungkin kita harus ingat, negara ini bukan diberikan Belanda, Jepang maupun Amerika. Negara ini direbut oleh para paman dan kakek kita dahulu, ketika usia mereka mungkin jauh lebih muda dari kebanyakan kita sekarang ini. Lantas wajarkah kita yang mewarisinya lalu tidak mempedulikannya..?

1 komentar:

Lilik mengatakan...

sayang banget penulis tak menggali lebih dalam sosok-sosok pahlawan tersebut ... yg dikenal hanya nama ... yg didengar hanya cerita sepotong-sepotong tentang kejadian dan tak ada jejak lain yang pantas untuk dikenang lebih dalam