Sejarah historis penyebaran dan pembinaan keagamaan oleh kerajaan melalui Ketua Mahkamah Kutai, yaitu Pangeran Noto Igomo yang merupakan seorang ulama keturunan para habib.
Senumpas
terletak di Desa Maloy Kecamatan Sangkulirang Kutai Timur, saat ini nama Maloy
sangat terkenal di kalangan media massa daerah dan nasional, setelah Gubernur
Kalimantan Timur Dr Haji Awang Farouk
Ishak, mencanangkan Maloy sebagai Pelabuhan Internasional yang melayani pelayaran
dan sebagai pelabuhan peti Kemas Internasional.
Berbicara
tentang Maloy yang digambarkan di media massa ternyata jauh berbeda dengan
Maloy yang saya kunjungi. Apabila Maloy di berbagai media lokal yang di sewa
halamannya oleh pemerintah provinsi dan kabupaten, daerah ini bagaikan telah
menjadi daerah metropolitan dengan pelabuhan internasional dan infrastrukturnya
yang sangat maju.
Namun
pengalaman pada perjalanan tanggal 6 Nopember 2013 lalu, sungguh membuat
gundah “bodi” yang hatinya lagi galau
ini. Sepanjang perjalanan dari Sangatta ibu kota Kabupaten Kutai Timur, saya
merasakan jalan yang selalu jelek. Tidak lagi berlubang tapi sangat rusak dan
belum diperbaiki sejak perjalanan pertama saya beberapa bulan lalu ke daerah
itu.
Bahkan
perjalanan dari Sangatta ke Kecamatan Bengalon yang merupakan kecamatan yang
cukup ramai, jalan tidak kunjung juga mulus. Walaupun ada yang beraspal atau di
semenisasi, itu tidak berapa meter kembali rusak. Sopir yang mengantar kami
tanpa maksud berkelakar mengatakan bahwa jalan yang dilalui telah baik bagi
para sopir, yang penting ada agregadnya bukan jalan tanah liat.
Tapi
meskipun perjalanan hingga Sangkulirang dan memutar ke Maloy, yang memakan
waktu hingga 4 jam 30 menit itu terasa sangat bergoyang dan meloncat, dengan
kecepatan rata-rata 60 km/jam. Namun panorama sepanjang perjalanan, sangat
indah sehingga perasaan galau dan bodi yang kacau balau, masih kalah dengan
keindahan yang ada.
Tampak
sepanjang perjalanan di Maloy Gunung Sekerat berjejer bagai benteng, daerah
yang menjadi tempat latihan perang
gabungan tetap dan rutin dari TNI. Berbicara
kembali tentang Maloy, adalah sebuah daerah sepi, dan lebih sepi lagi pada
tahun 1960-an.
Warga
Maloy saat ini adalah para keturun Pangeran Noto Igomo dan pengikutnya, yang
pada tahun 1930-an akhir datang ke Pulau Senumpas yang berhadapan dengan Maloy
dari sisi Timur. Senumpas adalah daerah
pembinaan agama Islam dan tempat bercocok tanam serta berkebun warga, mulai
dari padi dan ubi-ubian hingga kelapa.
Ketika
Jepang datang pada tahun 1943 Maloy bahkan pernah akan di Bom namun tidak jadi
karena para pilot Jepang ketika itu tidak menemukan koordinat Senumpas sehinga
kembali ke pangkalannya di Sepinggan dan Tarakan.
Setelah
Pangeran Noto Igomo kembali ke Tenggarong, pada tahun – tahun berikutnya lambat
namun pasti Senumpas mulai meredup. Bahkan para habib yang menjadi keturunan
langsung dari Pangeran Noto Igomo, yang meneruskan ajaran orang tuanya di
kawasan itu juga satu persatu berpulang kepada pencipta, karena factor usia.
Sehingga
pada tahun 1977 ketika zaman banjirkap yaitu zaman booming
penebangan kayu di Kalimantan Timur, dan di Maloy berdiri berbagai perusahaan,
warganya kemudian berpindah secara drastis dari Senumpas ke Maloy. Dan akhirnya
Senumpas menjadi pulau tidak berpenghuni sama sekali, dari jumlah warganya yang
ribuan ketika itu menjadi kosong sama sekali.
Kini ketika saya melakukan perjalanan ke Senumpas, terlihat pohon – pohon kelapa yang tinggi menjulang sebagai bagian memori masa lalu Senumpas yang indah. Masih tersisa pantai dan mangrovenya yang indah, bersama pusara dari para penghuni Senumpas di masa lalu.
Hanya
pusara dan kesunyian yang tersisa dari Senumpas, bahwa kematian adalah tanda
kesetian dari warganya untuk tetap menghuni Pulau indah ini. Ketika yang hidup
berjalan di muka bumi ke berbagai arah, untuk mencari rejeki yang ditebarkan
Tuhannya setiap fajar, maka yang berpulang perlahan menyatu dengan setiap
butiran tanah di Senumpas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar